Kamis, 27 Desember 2007

MENGAMATI DAN MENYIKAPI FUNDAMENTALISME AGAMA SEBAGAI PEMECAH AGAMA

MENGAMATI DAN MENYIKAPI FUNDAMENTALISME AGAMA SEBAGAI PEMECAH AGAMA

Eko Aprilianto

Dalam suatu perhelatan akan konflik internal suatu negara yang hampir tidak pernah mereda, isu-isu yang boleh dikatakan cukup anyar yakni tentang fundamentalisme agama yang kerap kali berujung kepada konflik internal suatu negara yang mengancam persatuan dan kesatuan. Fundamentalisme agama sebenarnya memang istilah atau terminologi baru yang rata-rata masyarakat awam belum begitu mengenal definisi maupun maknanya, tetapi tidak diragukan lagi sebenarnya fundamentalisme agama, jika melihat dari hakekatnya, telah terjadi ratusan bahkan ribuan tahun silam.

Kaum fundamentalisme agama kerap berpendapat bahwa agama selain aliran dan kepercayaan adalah suatu musuh dan merupakan suatu bid’ah yang bertentangan dengan kepercayaan yang telah dianutnya. Para kaum fundamentalisme agama ini selalu berpikir bahwa dunia telah diakuasai oleh kejahatan yang selalu dominan. Bagi mereka yang dianggap oleh suatu kaum telah menghadirkan ‘aliran’ baru yang menyimpang dianggap sebagai musuh Tuhan yang harus diberantas. Bahkan terkadang kaum-kaum ini, karena begitu tidak menerima, menganggap darah-darah kaum yang dianggap menyimpang adalah halal untuk ditumpahkan. Fundamentalisme agama bukan berarti banyaknya aliran agama-agama di masyarakat tetapi lebih dikarenakan jamaknya pandangan dalam agama yang melahirkan berbagai macam mazhab dalam ruang lingkup satu agama.

Fundamentalisme dalam suatu agama ditandai dengan pecahnya atau terbaginya suatu agama menjadi berbagai macam aliran-aliran yang membedakan satu sama lain. Contoh yang paling nyata yaitu terpecahnya agama Kristen menjadi dua aliran besar yakni katolik dan protestan. Kristen Protestan dimana berkembang di Amerika, telah menjadi suatu fenomena kebangkitan fundamentalisme suatu agama. Dari sisi Islam, fakta terbaru menyebutkan semakin menguatnya akar fundamentalisme agama di Timur Tengah yakni terbaginya Islam kedalam aliran Sunni dan Syi’ah sehingga kerap memacu perang saudara yang banyak memakan korban jiwa. Irak, yang penduduknya mayoritas ialah muslim begitu sering terjadi perang saudara yang melibatkan kedua aliran islam ini. Tidak jarang aliran satunya berani menghancurkan rumah ibadah yang notabene menjadi tempat yang sangat suci, paing tidak bagi aliran agamanya. Fundamentalisme agama tidak hanya menimpa agama-agama ibrahimik seperti Islam, Kristen maupun Yahudi, tetapi juga menimpa agama seperti Hindu dan Budha.

Tidak dipungkiri lagi bahwa isu fundamentalisme agama merupakan faktor terbesar yang memacu disintegrasi suatu agama dan terkadang memacu peperangan intern umat yang seagama. Sejarah mencatat berbagai peristiwa yang terjadi akibat fenomena fundamentalisme ini, diataranya yang cukup banyak memakan korban pada peristiwa perang sipil di Amerika yang melibatkan dua kubu yakni utara dan selatan yang saling mengklaim bahwa agama Kristen yang dianut oleh kubu lawannya ialah agama yang menyimpang. Sekitar abad ke 13, Gereja Romawi-pun pernah melakukan inkuisisi terhadap orang-orang Kristen yang tidak mau mengikuti ajaran gereja dan melakukan serangkaian ajaran yang meyimpang dari pattern-nya. Dari Saudi Arabia, kaum yang menyebut dirinya Wahabi menyatakan bahwa segala macam tindakan yang tidak mencerminkan keislaman maka dipandang sebagai kekufuran yang harus di berantas dengan jihad fi sabilillah dan orang-orang seperti ini tidak akan ragu untuk menyatakan perang terhadap orang-orang yang dianggap menyimpang.

Di negeri kita tercinta, Indonesia, fenomena fundamentalisme agama ini telah terjadi dan sering menyulut kemarahan masyarakat yang berujung pada kerusuhan dan konflik internal. Sebut saja nama Ahmadiah dan Al-Qiyadah Al-Islamiah yang telah menimbulkan keresahan warga hingga menyita perhatian pemerintah, tetapi disini bukan aliran tersebut yang membuat kekacauan melainkan masyarakat yang berusaha menghancurkan aliran tersebut dengan cara kekerasan. Untuk Indonesia, masyarakat mayoritas muslim sangat tidak menginginkan ke-fundamentalisme agama yang menyebabkan suatu pluralisme yang berujung pada perpecahan karena itu masyarakat yang memegang kekuatan mayoritas berusaha menindak tegas aliran yang dianggap menyimpang dan membahayakan persatuan dan kesatuan intern umat beragama.

Lalu bagaimana sikap masyarakat dengan pandangan netral menyikapi dan menanggapi fenomena suatu isu fundamentalisme agama? Apakah hukum nasional suatu negara sudah menjangkau kedalam ini semua? Bukankah yang kekerasan merupakan jalan terakhir jika upaya secara damai tidak tercapai? Bukankah terkadang mereka yang merasa tertanggu malah melancarkan tindak atau ancaman kekerasan terlebih dahulu (pre-emptive strike) terhadap kaum yang dinilainya membelok dari ajaran agama dan keyakinan? Bukankah setiap manusia mempunyai akal pikiran, pendapat, pandangan dan nilai-nilai yang tidak akan pernah dengan manusia lainnya sehingga hak asasi seperti itu juga diatur secara internasional? Atau apakah terjadi suatu propaganda dan konspirasi dari pihak-pihak yang tak nampak untuk memecah belah persatuan dan kesatuan baik intern dan antar umat beragama maupun nasional?

Welcome to Eko Aprilanto

This Site is dedicated to person who concern with International Law, International Politics, War, Humanitarian, Human Rights and also History of Indonesia.
In Music area you can find blues, rock and any other rare and unique songs of entire world, In Video I'm gonna show you funny, weird, and special movies to watch